Selasa, 12 Januari 2010

PIDIE INSTITUTE

Pers Release

Tiga Tahun Pemerintahan Mirza-Nazir
PEMERINTAH SENDIRI, RAKYAT SENDIRI

Tak terasa tiga tahun sudah Mirza Ismail – Nazir Adam, harapan rakyat begitu besar kepada mereka yang melaju melalui jalur non partai atau jalur independen. Kemenangan mereka bukan saja sejarah baru bagi Kabupaten Pidie tapi menuai inspirasi dan pujian banyak pihak. Lalu apa yang sudah dilakukan Mirza-Nazir selama ini? Apakah harapan kebangkitan dan perubahan Pidie sudah terwujud? Apakah masyarakat sudah merasakan perubahan itu?. Mungkin tiga tahun sudah saatnya kita menilai berhasil atau gagalnya pemerintahan Kabupaten Pidie di tangan Mirza-Nazir.

Sejak memimpin Kabupaten Pidie Mirza-Nazir sebagai Bupati/Wakil Bupati awalnya diharapkan mampu membawa perubahan yang berarti bagi dimensi sosial, budaya, ekonomi, hukum dan politik di Pidie. Namun di perjalanannya Pidie kian terpuruk dan beragam masalah yang seyogianya teratasi justru semakin membesar.

Selama tiga tahun, masyarakat pidie mengharapkan perubahan dibawah kepemimpinan Mirza – Nazir (MIRNA). Namun harapan tersebut hanyalah harapan kosong. Tingkat pengangguran yang tinggi belum bisa diatasi oleh pemerintah MIRNA saat ini, bahkan meningkat, seiring banyak LSM yang tutup kantor. Tingginya angka pengangguran, telah melahirkan korelasi yang seimbang dengan tingginya angka kemiskinan, sampai saat ini tingkat kemiskinan di pidie berada pada angka 111.384 Kepala Keluarga (KK) dari jumlah 400.409 jiwa penduduk Pidie. Angka yang begitu fantastis dan layak diberikan penghargaan sebagai pemerintah kabupaten yang sukses mempertahankan tingginya angka kemiskinan.

Pengangguran di Kabupaten Pidie mencapai 15.868 orang. Tingginya angka pengangguran yang terjadi akibat dari tidak pekanya pemerintah MIRNA dalam membuka lapangan kerja yang baru bagi masyarakat pidie. Dan pemerintah masih berusaha mendorong pertumbuhan ekonomi melalui sektor jasa dan sektor kredit produktif lainnya. Bukan melalui pembukaan lapangan kerja serta mendorong tumbuhnya perekonomian disektor rill.

Program Peurap (Peukong Ekonomi Rakyat Pidie), yang merupakan satu gagasan cemerlang untuk menghidupkan sektor rill ekonomi masyarakat pidie, namun rencana itu tidak didukung dengan konsep yang jelas dalam pelaksanaanya. Akibatnya, Peurap mengalami kegagalan total akibat dana 5 milyar yang sudah dianggarkan tidak tau rimbanya, dan masyarakat pidie lagi-lagi menjadi korban penipuan, dimana rakyat disuruh membuat proposal tetapi program tidak ada.


Dulu, kita berharap agar MIRNA lebih fokus pada peningkatan ekonomi yang bersifat jangka pendek seperti penyediaan lahan, sarana bagi petani, melakukan pemanfaatan potensi sumber daya yang dimiliki daerah. Dengan harapan agar perekonomian Pidie lebih mandiri. Sumber daya yang ada di Pidie bila mampu dikelola dan dimanfaatkan sendiri dapat memakmurkan masyarakat Pidie.

Pengembangan ekonomi rakyat sebenarnya dapat dilakukan oleh Mirza dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong dan terlantar. Sehingga dapat digunakan untuk menjadi lahan pertanian bagi petani yang tidak punya tanah. Setelah itu perlu penyediaan sarana irigasi, pupuk untuk petani. Jadi ekonomi dimulai dengan peningkatan petani. Kemudian keseimbangan pasar dijaga sehingga kalau pun dampak ekonomi dunia global terancam. Tetapi dengan sistem ekonomi mandiri yang ada di pidie maka bisa sedikit teratasi.

Ini yang membuat kita heran, tiga tahun adalah waktu yang lebih dari cukup bila MIRNA mau berfikir dan bertindak. Dan ini tidak dilakukan. “kami fakir rakyat tidak perlu pemimpin jika rakyat harus berusaha dan berfikir sendiri”

Begitu juga dalam hal pendidikan, setiap tahunnya 2.658 anak putus sekolah. Sekitar 1.680 orang lulusan SD tidak melanjutkan ke SLTP dan 958 orang lulusan SLTP tidak melanjutkan ke SLTA/SMK dan 1.020 orang tidak melanjutkan keperguruan tinggi. Data terakhir menunjukkan betapa sector pendidikan di Pidie mengalami keterpurukan. Sekitar 1.833 jiwa warga pidie mengalami buta huruf, mulai usia 18 sampai 46 tahun. Lagi-lagi pemerintahan MIRNA tidak memiliki terobosan untuk meningkatkan Hak Pendidikan di Pidie.

Prestasi Pemerintah Kabupaten Pidie dalam bidang kesehatan masih sangat meragukan. Dimana pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan masih dibawah standar. Tidak mengherankan banyak terjadi komplen dari masyarakat pengguna aseskin maupun masyarakat biasa. Contoh kasus pengambilan biaya terhadap pemegang kartu aseskin. Dan diperparah dengan terlibatnya kepala dinas kesehatan pidie dalam kasus pengalihan dana askeskin kedalam rekening pribadi, walaupun sekarang telah di vonis bebas oleh pengadilan.

Dalam hal pemberantasan korupsi, kinerja Pemkab.Pidie dengan melakukan Deklarasi Pakta Integritas pada November 2009 untuk memberantas korupsi perlu kita berikan apresiasi. Tetapi selama tiga tahun, banyak kasus korupsi atau merugikan keuangan Negara yang tidak secara tegas di pantau oleh MIRNA. Sebagai salah satu contoh, kasus pembangunan Terminal Terpadu Kota Sigli, yang merugikan Negara Rp. 800 Juta (Penelitian Tim Unsyah), walaupun kasus ini sudah dilimpahkan ke polisi tetapi sampai sekarang tidak jelas penyelesaiannya, walaupun media masa dan beberapa LSM sudah meyuarakannya.

Hal yang sama juga terjadi dalam pengunaan anggaran tahun 2009, sampai saat ini pemerintahan mirza-nazir dengan anggaran APBK 500 milyar lebih, dengan peruntukannya 70% untuk aparatur dan 30% untuk publik. dan di 30% dana untuk public ternyata masih ada 20% biaya aparatur, jadi masyarakat hanya menikmati uang nya sendiri sekitar 10%. Ini dibuktikan dengan sedikitnya pembangunan infrastruktur, program pemberdayaan ekonomi masyarakat, Tidak terbayarnya jerih imum, gaji geuchik, honor guru, dll. Jadi pengelolaan keuangan kabupaten pidie memang sangat lemah, dan untuk 2010 masyarakat pidie jangan berharap besar adanya perubahan berarti terhadap kesejahteraan dan pembangunan.

Ketidaktransparanan pemerintahan MIRNA dalam mengelola manajemen keuangan di Pidie terlihat pada bagaimana sulitnya kelompok civil society memperoleh dokumen anggaran. Di sisi lain, realisasi anggaran pembangunan Pidie sejak 2007 hingga akhir 2009 dipastikan sama sekali tidak mencapai target dan bahkan pelaksanaan program-program pembangunan tersebut dalam aplikasinya di lapangan terindikasi diwarnai dengan praktik-praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN). Yang lebih parahnya lagi terjadinya divisit anggaran selama tiga tahun berturut-turut yang akhirnya jatuh pada angka 107 milyar lebih, dan pada perubahan anggaran APBK 2009 seluruh devisit tersebut “dengan terpaksa” harus di tambal, walaupun anggaran untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat pidie di hilangkan, seluruh pegawai harus dikorbankan dengan memotong dana tunjangan, insentif, bahkan anggaran yang sudah di sahkan; seperti dana Koran pada Bagian Humas Pemda Pidie, dari satu tahun menjadi enam bulan yang dibayar.

"Daya serap APBK 2009 mengalami situasi yang sangat parah. Kondisi ini jelas sangat merugikan masyarakat Pidie, dan sudah sepatutnya Mirza-Nazir dianggap gagal bertanggungjawab dalam mengelola uang masyarakat Pidie".

Kami juga melihat Mirza-Nazir telah mengabaikan persoalan-persoalan mendasar masyarakat Pidie, semisal kemiskinan dan pengangguran. Ironinya, pemerintahan Mirza-Nazir lebih apresiatif pada program-program "mercusuar" semisal rencana program pembangunan jembatan Jeumeurang-Pusong dan lawatan-lawatan ke luar daerah, luar negri dengan dalih mencari investor yang hasilnya nihil, sementara program-program kerakyatan seperti Peurap, program bantuan bibit, subsidi pupuk, pelayanan sektor kesehatan dan pendidikan, terbiarkan berjalan timpang, bermasalah dan setengah hati.

Reformasi birokrasi yang dilakukan MIRNA masih pada persoalan membenah struktur kelembagaan, dengan sering melakukan mutasi banyak pejabat. Solusi ini ternyata juga tidak meningkatkan kenerja pemerintahan daerah yang lebih baik, bahkan justru berdampak negatif dalam memperkuat pemerintahan, dimana banyak jabatan yang di isi tidak proposional. ada kesan mutasi yang dilakukan hanya untuk memenuhi titipan kelompok politik-bisnis tertentu, bahkan keluarga sekalipun. Terbukti sudah mutasi ala MIRNA tidak berdampak apapun bagi peningkatan kerja dan progress program kerja, bahkan berjalan mundur dan tidak proposional. Seharusnya pekerjaan ini harus selesai pada tahun pertama

MIRNA juga belum intensif melakukan Rapat Koordinasi (Rakor) misalnya Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida). Padahal dengan melibatkan dan mendengarkan petinggi di instansi terkait bisa menambah pemikiran. Misalnya sebuah kebijakan. Mestinya kebijakan Mirna lahir dari sebuah kebijakan, kajian, pertimbangan dan masukan dari berbagai pihak, termasuk bawahannya sekalipun, bukannya justru lebih mendengar pembisik-pembisik yang SDM-nya masih patut dipertanyakan. komunikasi politiknya harus lebih baik. Artinya kegagalan atau hambatan jangan ditutupi, tapi dikomunikasikan. Siapa tahu publik bisa memberi saran yang baik,"

Dari gambaran Pidie selama tahun tiga tahun, telah membuat kami yakin bahwa pemerintahan Mirza - Nazir, bukanlah pemerintahan baru yang memiliki konsep membangun. Tetapi pemerintahan saat ini merupakan pemerintahan yang dipimpin oleh orang baru dengan konsep lama. Mimpi akan terjadi perubahan ditangan pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat sudah sirna. Hal ini tergambar dengan jelas dari kebijakannya. Baik itu dalam hal ekonomi, pendidikan, politik dan budaya. Kegelisahan rakyat akan tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, serta buruk dan mahalnya pelayanan kesehatan, telah menjadi kristalisasi bagi Masyarakat Pidie untuk melakukan perubahan pada tahun depan.
Menilai tata kelola pemerintahan Mirza-Nazir mengalami degradasi manajemen ke arah yang jauh lebih buruk dari pemerintahan yang ada sebelumnya. Bahkan pemerintahan mereka kendalikan tersebut dinilai sebagai pemerintahan terburuk yang pernah berkuasa di Kabupaten Pidie. Dan sudah selayaknya dengan berjiwa besar, Duet Independen ini meletakkan jabatannya sebagai Bupati dan Wakil Bupati Pidie, karena telah gagal menjalankan visi-misi dalam mewujudkan pembangunan dan kesejahteraan yang tidak memihak. ”Tahun baru, Bupati Baru dan Pemerintahan Baru”


Sigli, 31 Desember 2009
Pidie Institute


Muharramsyah
Koordinator

Tidak ada komentar:

Posting Komentar